Beberapa
bulan lalu saya sempat mengikuti lomba bertema "Kriteria Presiden RI"
di situs http://www.pewarta-indonesia.com, lomba ini membuat saya
tertantang untuk berimajinasi tentang bagaimanakah kita akan memilih presiden
untuk Indonesia ini dengan 12 kriterianya yang sesuai untuk rakyat, dan
tentunya kriteria-kriteria tersebut telah mencangkup secara umum
pemikiran-pemikiran dari masyarakat di sekitar kita juga.
Sejak Indonesia merdeka pada
tahun 1945, masalah kepemimpinan nasional menjadi isu sentral yang signifikan. Terutama
kedudukan Presiden menurut konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945, ia memiliki
posisi yang kuat dan kekuasaan yang besar. Presiden Indonesia tidak hanya
sebagai Kepala Negara, tetapi juga Kepala Pemerintahan dan Panglima Perang
Tertinggi dalam ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Sehingga ia
dapat menyatakan perang dan damai, membuat undang-undang, menyusun RAPBN
(Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), memberi grasi dan abolisi,
serta mengangkat para pejabat di bawahnya, meskipun semuanya harus mendapat
persetujuan dari parlemen, dalam hal ini DPR RI.
Karakter pribadi para Presiden
di Indonesia sejak tahun 1945-2012 menjadi perhatian penting bagi masyarakat,
karena hal tersebut mencerminkan seorang pemimpin dalam menanggapi realitas dan
problematika sosial pada setiap zamannya. Selain itu tindak tanduknya secara
tidak langsung menjadi teladan yang dapat diambil oleh masyarakat. Keenam
Presiden yang pernah dan tengah mengukir sejarah dalam pemerintahan Indonesia
yaitu: Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri,
dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Tidak dapat dipungkiri, proses
jatuhnya Presiden-presiden RI dalam sejarah Indonesia lebih banyak berjalan
dengan tidak mulus dan kurang menyenangkan, sehingga saat ini apakah rakyat
Indonesia dapat percaya sepenuh hati terhadap presiden selanjutnya? Apakah dalam
pemilihan umum di masa depan, rakyat hanya dapat memilih apa adanya tanpa
mengetahui ada apa dibalik kepribadiannya? Hal tersebut dapat saja terjadi akibat
sugesti yang tertanam dalam pikiran masyarakat karena stimulus yang dilihat
ataupun didengar, baik dari media informasi maupun kenyataan di lingkungan mengenai
tindakan dan keputusan para pemimpin yang belum mampu mengatasi masalah
kemiskinan, pelanggaran HAM, ataupun kasus korupsi di tubuh pemerintahan. Hal
tersebut didukung pula dengan besarnya wilayah dan pemilih dengan karakteristik
demografi yang kurang well-informed
dengan politik dan tokoh-tokoh potensial. Masalah yang dihadapi dalam memilih pemimpin
bangsa yang tepat dapat diatasi oleh tokoh-tokoh muda di pusat dan daerah yang sebenarnya
layak sebagai calon pemimpin nasional mendatang karena berpotensial, berprestasi
dan bersih. Dalam kaderisasi ini harus melibatkan rakyat dalam proses seleksi
kepemimpinan nasional.
12 kriteria berikut dapat
dijadikan pegangan bagi rakyat dalam menilai calon pemimpin selama dia berperan
dalam kinerja menyukseskan visi dan misi Indonesia sebelum dan sesudah terpilih
menjadi Presiden Indonesia. Selain itu, menjadi panduan bagi calon presiden
2014 mendatang agar sukses dalam memimpin bangsa, sehingga Presiden Indonesia
masa depan benar-benar dipilih dari hati rakyat, oleh pemikiran matang rakyat,
dan untuk kesejahteraan rakyat.
Pertama, nasionalis. Bercermin dari Presiden
Soekarno yang kharismatik dengan kemampuan retorikanya yang luar biasa, ia pernah
memiliki progam national and character
building yang ternyata menjadi relevan dan diaktualisasikan kembali pada
masa kini dengan “Pendidikan Karakter”. Mengingat kasus pelecehan bangsa maupun
penistaan kedaulatan negara, serta konflik mengenai budaya-budaya Indonesia
yang diakui oleh negara lain perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Peran penting seorang presiden yang nasionalis sangat dibutuhkan dalam kasus
ini, agar kekayaan alam, budaya, dan SDM di Indonesia tidak luput dari
pengawasan dan selalu mendapat dukungan dalam pengembangannya. Soekarno dalam
suatu kesempatan menegaskan bahwasanya nasionalisme Indonesia bukanlah
nasionalisme yang berkarakter chauvinis seperti halnya yang digelorakan
Nazi-Hitler atau Mussolini Eropa, dalam pidatonya yang lain pada tanggal 1 Juni
1945 di hadapan BPUPKI, ia juga menyatakan bahwa nasionalisme Indonesia harus
hidup dalam ‘tamansari’nya internasionalisme. Hal tersebut menunjukkan sangat
pentingnya memiliki jiwa nasionalis demi menguatkan identitas dan jati diri Indonesia
yang berbeda dan patut dikenal oleh bangsa-bangsa lain.
Kedua, berpendidikan, cerdas,
berprestasi, berpikiran maju, dan berpengetahuan luas. Presiden yang
berpendidikan dan cerdas akan mampu menempatkan keputusan atau tindakannya
dengan benar, karena keputusan yang diambil menyangkut dengan hajat orang
banyak serta untuk kesejahteraan rakyatnya, hal ini berlandaskan pada pasal 33
UUD 1945.
Ketiga, integritas moral/pribadi yang
tinggi. Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie pada masa transisi awal di Era
Reformasi telah menghasilkan prestasi dalam proses pelaksanaan pemilu tahun
1999 dengan jujur dan adil. Pelaksanaan pemilu tersebut dipercepat, yang
berarti Presiden Habibie memangkas sendiri masa jabatannya yang seharunya
berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum
pernah terjadi sebelumnya, dan hal tersebut menunjukkan intergritas pribadinya
yang tinggi yang dapat dijadikan sebagai teladan dalam berbagai aspek.
Keempat, memiliki kewibawaan. Seorang
presiden harus memiliki kelebihan di bidang moral, akhlak, semangat juang, dan
memiliki kemampuan dalam segala daya, kesanggupan, dan kecakapan yang dianggap
melebihi dari keterampilan anggota-anggota biasa lainnya. Sebab dengan
kelebihan tersebut ia dapat berwibawa dan dihormati/dipatuhi oleh bawahannya. Kita
lihat kembali Jenderal Besar Soedirman yang konsisten dan konsekuen dalam
membela tanah air. Ketika Agresi Militer II Belanda, ia dalam keadaan lemah
karena sakit paru-paru yang parah tetap bertekad mengikuti gerilya walaupun
harus ditandu. Ia memimpin dan membangkitkan semangat pada prajuritnya untuk
melakukan perlawanan terhadap Belanda. Meskipun Indonesia sekarang terbebas
dari penjajah, bukan berarti rakyatnya meninggalkan pahlawan seperti Soedirman dengan
segala kelebihannya.
Kelima, memiliki visi dan policy yang jelas. Seorang visioner
seperti Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dapat menjadi teladan, karena komitmennya terhadap kehidupan
demokrasi dan mencapai kesejahteraan rakyat di dalam visinya untuk jangka
pendek maupun jangka panjang. Di bawah pemerintahan SBY (2004-2014), Indonesia
mampu keluar dari krisis ekonomi, mencapai stabilitas politik, dinamika
demokrasi, dan kemajuan sosial yang relatif baik. Hal ini ditunjukkan dari data
survei BPS (Badan Pusat Statistik) mengenai jumlah penduduk miskin di Indonesia
pada bulan Maret 2010 berjumlah 31,02 juta orang (13,33 persen) yang menurun
dibandingkan bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta orang (14,15 persen).
Keenam, memiliki motivasi diri yang
tinggi. Motivasi tinggi mendorong untuk berprestasi, mencapai idealisme tinggi,
berinisiatif, tekun, dan percaya diri. Ketujuh,
memiliki daya inovasi. Seorang
pemimpin bangsa diharapkan memiliki imajinasi tinggi, daya kombinasi, dan
inovasi untuk mencapai terobosan baru guna meningkatkan pendapatan negara
maupun dalam menghadapi kompetisi antarnegara. Kedelapan, dinamis.
Presiden harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinan agar sesuai dengan tuntutan
situasi serta memiliki adaptasi tinggi.
Kesembilan, memiliki
keluasan hubungan sosial. Keluasan hubungan sosial ini termasuk sikap-sikap
hubungan kemanusiaan, berpartisipasi aktif, membangun solidaritas bangsa yang
majemuk, dan didukung dengan kemampuan berbicara serta menilai. Presiden SBY
melakukan kunjungan kenegaraan perdananya ke Ekuador (22-24 Juni 2012) dan
bersepakat dengan Presiden Correa mewujudkan hubungan yang aktif dan dinamis di
tingkat bilateral maupun multilateral, kerjasama ini juga memanfaatkan letak
geografis Indonesia sebagai jembatan politik dan ekonomi untuk negara-negara di
kawasan Asia Tenggara dan Australia, yang menjadi poin penting dalam menjalin
hubungan internasional. Pertemuan-pertemuan dengan negara lain juga perlu
digalakkan sebagai upaya meningkatkan hubungan pembangunan ekonomi dan
lingkungan hidup baik antar masyarakat maupun negara.
Kesepuluh, mampu menggalang potensi. Otoritas
dari seorang presiden harus mampu mengintegrasikan
dan mensinergikan seluruh potensi bangsa, cepat menunjukkan penghargaan kepada
masyarakat yang berprestasi tinggi, dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Kesebelas, tajam firasatnya. Presiden harus pula memiliki kapasitas untuk
mengetahui situasi yang dihadapi secara tepat, mampu mengambil keputusan dengan
cepat dan tegas, serta adil pertimbangannya. Keduabelas, berani.
Keberanian seorang pemimpin saat ini sangat dibutuhkan baik untuk mengambil
keputusan, risiko, maupun dalam bertanggung jawab. Munir Said Thalib, sosok
penting di Indonesia yang memiliki keberanian dalam menangani berbagai kasus
HAM. Ia berperan dalam berbagai kasus salah satunya sebagai Penasehat Hukum
dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok
1984 (sejak 1998), perjuangan yang patut diteladani para pemimpin.
Kriteria-kriteria untuk
calon pemimpin bangsa tersebut diharapkan dapat membentuk pribadi seorang
Presiden Indonesia masa depan idaman rakyatnya, namun semua itu tidak mampu
berjalan baik jika seleksi didominasi partai melalui konstitusi dan semakin
dipersempit oleh UU Pilpres. Sehingga diperlukan perubahan di dalam partai dan
penataan sistem politik agar tokoh-tokoh baru yang memiliki potensi dapat
tampil di panggung pemerintahan.
Referensi:
www.atikan-jurnal.com
www.kemlu.go.id
www.bps.go.id
0 komentar:
Posting Komentar