Senin, 06 Juni 2016

Bermimpi untuk Menunaikan Ibadah Haji, Why Not?

Andaikata hidup ini mengalir seperti air mengalir, maka sebenarnya hidup terlalu remeh untuk dijalani. Kenapa demikian, karena kita hanya akan mengikuti arus air yang sudah dipastikan arahnya, dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Apa Anda harus rela hidup dengan cara yang demikian?

Memikirkan hal tersebut, saya mulai menyadari betapa pentingnya memahami diri sendiri, memiliki impian dari dalam hati, tidak melulu mengikuti perkataan orang; sehingga perjuangan untuk mencapai mimpi itu pun lebih membara dan bermakna. Dan saat ini, satu mimpi yang sangat ingin saya capai yaitu, dapat melaksanakan ibadah haji dan umroh.

Impian ini tidak serta merta menjadi mimpi prioritas sebelumnya. Keinginan naik haji ini justru berawal dari sebuah bacaan tentang kisah nyata pasangan suami istri asal Jember, yang terus menabung selama 20 tahun agar dapat melaksanakan ibadah haji. Setiap harinya mereka berjualan aneka gorengan dari siang hingga dini hari. Meskipun pendapatannya tidak menentu, mereka setiap harinya berhasil menyisihkan sebagian hasil berdagangnya dengan menabung. Mereka menyadarkan saya, berapapun penghasilan kita sekarang, berapapun usia kita nanti, ternyata tidak akan menghalangi kita untuk mencapai cita-cita naik haji. Dimana ada kemauan, di sana ada kemudahan. Walaupun banyak orang yang berpikir untuk menjalankannya membutuhkan dana yang besar, jadi hanya orang kaya yang bisa melakukannya. (Bacaan lanjutan: http://bit.ly/1RUWttX atau http://bit.ly/1UsjmXk)

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Al Imran: 97)

Awalnya, saya mulai membayangkan bagaimana jika saya dapat melaksanakan ibadah suci ini, membayangkan bagaimana saya bersama orang tua dapat melihat langsung dan mengelilingi Ka’bah. Saya pun kemudian menuliskan cita-cita tersebut di jurnal kesayangan, menuliskan target-target untuk 10 tahun ke depan, dan menempelkan foto Ka’bah di dinding kamar.

Man Jadda WaJada; Siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan berhasil…
Man Saaro’ Aladdarbi washola; Siapa yang berjalan pada lintasan yang benar, maka dia akan sampai pada tujuan…
Man Shabara Zafira; Siapa yang bersabar, akan beruntung…

Saya pun tidak ingin apa yang selama ini saya impikan, hanya sekedar menjadi mimpi belaka. Saya terus mengimbanginya dengan kerja keras (hard work), cerdas (smart work) dan halal untuk mencapainya. Hingga saat ini, saya terus menambah wawasan tentang ibadah terkait umroh/haji dari berbagai sumber terpercaya, selalu memotivasi diri sendiri, serta mengumpulkan uang dengan usaha yang halal dan menabungnya.

Ada momen tidak terlupakan tentang usaha awal menabung uang tersebut. Karena sangat mendambakan ibadah haji, saya pun berniat membuka rekening tabungan di Bank BRI Syariah KCP Malang Pakis yang berjarak sekitar 8 Km dari rumah. Sesampainya disana, saya mendapatkan pengarahan dari karyawan bank untuk proses pembuatan dan persyaratan membuka rekening Tabungan Faedah BRISyariah iB, produk simpanan dari BRISyariah untuk nasabah perorangan yang menginginkan kemudahan transaksi keuangan sehari-hari. Tidak lebih dari satu jam, saya telah memperoleh buku tabungan dan kartu ATM, meskipun saya hanya menabung senilai dua ratus ribu rupiah (setoran awal dapat minimal Rp. 100.000;). Di perjalanan pulang, perasaan saya amat bahagia, di jalan pun tak sengaja senyum-senyum sendiri saking senangnya. Semoga tabungan saya dapat terus bertambah, dan dapat mempermudah saya dalam menjalankan ibadah yang diridhai Allah SWT, aamiin.

Rabu, 01 Juni 2016

Resensi Novel Serial "Burlian"

Judul : Burlian, Serial Anak-Anak Mamak
Penulis : Tere-Liye
Tanggal Terbit : Maret 2011; cetakan III (cetakan I: Nov, 2009)
Penerbit : Republika
Tebal Halaman : 340 hlm

Beberapa minggu ini, saya mulai mencoba membaca beberapa jenis buku fiksi, khususnya novel. Hingga, saya mulai penasaran dengan karya Tere-Liye (Darwis) dengan serial bukunya yang kata orang, isinya berisi cerita anak-anak, dapat menginspirasi, dan tidak menggurui.

Setelah selesai membaca salah satu buku serialnya berjudul "Burlian"; serial pertama, saya amat setuju dengan apa yang mereka utarakan. Isi ceritanya, sesuai sekali dengan apa yang sedang saya cari-cari saat ini, buku untuk anak-anak dan menginspirasi. Satu lagi kelebihannya, membacanya di beberapa bab, kisah-kisahnya sangat mengharukan, serta saya pun kembali berpikir secara sederhana tentang kehidupan.

Lalu, apa sih sebenarnya yang Tere-Liye tulis dalam buku "Burlian" ini?

Di awal cerita, hiduplah sebuah keluarga, ada bapak, mamak, dan keempat anaknya (Eliana, Pukat, Burlian-3, Amelia) yang hidup di sebuah pedesaan Sumatra. Hidup mereka sederhana, penerangan rumah pun masih menggunakan lampu canting dan sepertinya di tahun-tahun orde baru, menariknya mereka hidup di kampung yang dekat hutan, sungai, lembah dan bukit barisan yang masih alami. Kali ini, Tere-Liye mengisahkan tentang masa kecil Burlian, kisahnya sejak berumur tujuh tahun. Ia dijuluki mamaknya sebagai "anak spesial", hingga si Burlian pun memang tumbuh sebagai anak yang spesial. Ia memiliki kepribadian yang percaya diri, rasa ingin tahunya besar (kadang justru melanggar aturan), senang bermain di alam, dan setia kawan.

Dari bab per bab, diceritakan beberapa kejadian yang saling bersambung, meski berbeda topik. Topik yang diangkat, seperti saat Burlian ditahan di stasiun kereta, kawan Burlian yang jago bermain bola, saat-saat menanti durian jatuh, Burlian yang sembunyi-sembunyi ikut judi dari radio, Burlian yang hampir dimakan buaya, semangat untuk membantu teman bersekolah, cinta seorang mamak, tersesat di hutan, pertemuan dengan kepala proyek pembangunan jalan (Nakamura), serta kisah lainnya.

...
Aku akhirnya mengerti kenapa Bapak, Mamak sejak kecil selalu bilang, "Kau spesial, Burlian." Itu cara terbaik bagi Bapak, Mamak untuk menumbuhkan percaya diri, keyakinan dan menjadi pegangan penting setiap kali aku terbentur masalah. Aku ingat, Mamak, Bapak selalu bilang, "Kau anak yang kuat, Amelia." Agar Amelia yang sakit-sakitan tumbuh jadi 'kuat'.
...

Dalam buku ini, cerita-ceritanya diungkapkan dengan bahasa sehari-hari, sederhana, meskipun ada beberapa percakapan yang masih kasar. Pada akhirnya, buku ini diharapkan jadi bacaan anak-anak, remaja untuk menumbuhkan kesederhanaan hidup, budi pekerti yang baik serta menyayangi keluarga masing-masing. Dan juga menjadi bacaan orang dewasa, orang tua agar mereka bisa lebih memahami betapa spesialnya anak-anak.