Kamis, 04 Oktober 2012

12 Kriteria untuk Presiden Indonesia Masa Depan

Beberapa bulan lalu saya sempat mengikuti lomba bertema "Kriteria Presiden RI" di  situs http://www.pewarta-indonesia.com, lomba ini membuat saya tertantang untuk berimajinasi tentang bagaimanakah kita akan memilih presiden untuk Indonesia ini dengan 12 kriterianya yang sesuai untuk rakyat, dan tentunya kriteria-kriteria tersebut telah mencangkup secara umum pemikiran-pemikiran dari masyarakat di sekitar kita juga.



Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, masalah kepemimpinan nasional menjadi isu sentral yang signifikan. Terutama kedudukan Presiden menurut konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945, ia memiliki posisi yang kuat dan kekuasaan yang besar. Presiden Indonesia tidak hanya sebagai Kepala Negara, tetapi juga Kepala Pemerintahan dan Panglima Perang Tertinggi dalam ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Sehingga ia dapat menyatakan perang dan damai, membuat undang-undang, menyusun RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), memberi grasi dan abolisi, serta mengangkat para pejabat di bawahnya, meskipun semuanya harus mendapat persetujuan dari parlemen, dalam hal ini DPR RI.

Karakter pribadi para Presiden di Indonesia sejak tahun 1945-2012 menjadi perhatian penting bagi masyarakat, karena hal tersebut mencerminkan seorang pemimpin dalam menanggapi realitas dan problematika sosial pada setiap zamannya. Selain itu tindak tanduknya secara tidak langsung menjadi teladan yang dapat diambil oleh masyarakat. Keenam Presiden yang pernah dan tengah mengukir sejarah dalam pemerintahan Indonesia yaitu: Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Tidak dapat dipungkiri, proses jatuhnya Presiden-presiden RI dalam sejarah Indonesia lebih banyak berjalan dengan tidak mulus dan kurang menyenangkan, sehingga saat ini apakah rakyat Indonesia dapat percaya sepenuh hati terhadap presiden selanjutnya? Apakah dalam pemilihan umum di masa depan, rakyat hanya dapat memilih apa adanya tanpa mengetahui ada apa dibalik kepribadiannya? Hal tersebut dapat saja terjadi akibat sugesti yang tertanam dalam pikiran masyarakat karena stimulus yang dilihat ataupun didengar, baik dari media informasi maupun kenyataan di lingkungan mengenai tindakan dan keputusan para pemimpin yang belum mampu mengatasi masalah kemiskinan, pelanggaran HAM, ataupun kasus korupsi di tubuh pemerintahan. Hal tersebut didukung pula dengan besarnya wilayah dan pemilih dengan karakteristik demografi yang kurang well-informed dengan politik dan tokoh-tokoh potensial. Masalah yang dihadapi dalam memilih pemimpin bangsa yang tepat dapat diatasi oleh tokoh-tokoh muda di pusat dan daerah yang sebenarnya layak sebagai calon pemimpin nasional mendatang karena berpotensial, berprestasi dan bersih. Dalam kaderisasi ini harus melibatkan rakyat dalam proses seleksi kepemimpinan nasional.

12 kriteria berikut dapat dijadikan pegangan bagi rakyat dalam menilai calon pemimpin selama dia berperan dalam kinerja menyukseskan visi dan misi Indonesia sebelum dan sesudah terpilih menjadi Presiden Indonesia. Selain itu, menjadi panduan bagi calon presiden 2014 mendatang agar sukses dalam memimpin bangsa, sehingga Presiden Indonesia masa depan benar-benar dipilih dari hati rakyat, oleh pemikiran matang rakyat, dan untuk kesejahteraan rakyat. 

Pertama, nasionalis. Bercermin dari Presiden Soekarno yang kharismatik dengan kemampuan retorikanya yang luar biasa, ia pernah memiliki progam national and character building yang ternyata menjadi relevan dan diaktualisasikan kembali pada masa kini dengan “Pendidikan Karakter”. Mengingat kasus pelecehan bangsa maupun penistaan kedaulatan negara, serta konflik mengenai budaya-budaya Indonesia yang diakui oleh negara lain perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Peran penting seorang presiden yang nasionalis sangat dibutuhkan dalam kasus ini, agar kekayaan alam, budaya, dan SDM di Indonesia tidak luput dari pengawasan dan selalu mendapat dukungan dalam pengembangannya. Soekarno dalam suatu kesempatan menegaskan bahwasanya nasionalisme Indonesia bukanlah nasionalisme yang berkarakter chauvinis seperti halnya yang digelorakan Nazi-Hitler atau Mussolini Eropa, dalam pidatonya yang lain pada tanggal 1 Juni 1945 di hadapan BPUPKI, ia juga menyatakan bahwa nasionalisme Indonesia harus hidup dalam ‘tamansari’nya internasionalisme. Hal tersebut menunjukkan sangat pentingnya memiliki jiwa nasionalis demi menguatkan identitas dan jati diri Indonesia yang berbeda dan patut dikenal oleh bangsa-bangsa lain.

Kedua, berpendidikan, cerdas, berprestasi, berpikiran maju, dan berpengetahuan luas. Presiden yang berpendidikan dan cerdas akan mampu menempatkan keputusan atau tindakannya dengan benar, karena keputusan yang diambil menyangkut dengan hajat orang banyak serta untuk kesejahteraan rakyatnya, hal ini berlandaskan pada pasal 33 UUD 1945.

Ketiga, integritas moral/pribadi yang tinggi. Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie pada masa transisi awal di Era Reformasi telah menghasilkan prestasi dalam proses pelaksanaan pemilu tahun 1999 dengan jujur dan adil. Pelaksanaan pemilu tersebut dipercepat, yang berarti Presiden Habibie memangkas sendiri masa jabatannya yang seharunya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan hal tersebut menunjukkan intergritas pribadinya yang tinggi yang dapat dijadikan sebagai teladan dalam berbagai aspek.

Keempat, memiliki kewibawaan. Seorang presiden harus memiliki kelebihan di bidang moral, akhlak, semangat juang, dan memiliki kemampuan dalam segala daya, kesanggupan, dan kecakapan yang dianggap melebihi dari keterampilan anggota-anggota biasa lainnya. Sebab dengan kelebihan tersebut ia dapat berwibawa dan dihormati/dipatuhi oleh bawahannya. Kita lihat kembali Jenderal Besar Soedirman yang konsisten dan konsekuen dalam membela tanah air. Ketika Agresi Militer II Belanda, ia dalam keadaan lemah karena sakit paru-paru yang parah tetap bertekad mengikuti gerilya walaupun harus ditandu. Ia memimpin dan membangkitkan semangat pada prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Meskipun Indonesia sekarang terbebas dari penjajah, bukan berarti rakyatnya meninggalkan pahlawan seperti Soedirman dengan segala kelebihannya.   

Kelima, memiliki visi dan policy yang jelas. Seorang visioner seperti Presiden  Susilo Bambang Yudhoyono dapat menjadi teladan, karena komitmennya terhadap kehidupan demokrasi dan mencapai kesejahteraan rakyat di dalam visinya untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Di bawah pemerintahan SBY (2004-2014), Indonesia mampu keluar dari krisis ekonomi, mencapai stabilitas politik, dinamika demokrasi, dan kemajuan sosial yang relatif baik. Hal ini ditunjukkan dari data survei BPS (Badan Pusat Statistik) mengenai jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2010 berjumlah 31,02 juta orang (13,33 persen) yang menurun dibandingkan bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta orang (14,15 persen).

Keenam, memiliki motivasi diri yang tinggi. Motivasi tinggi mendorong untuk berprestasi, mencapai idealisme tinggi, berinisiatif, tekun, dan percaya diri. Ketujuh, memiliki daya inovasi. Seorang pemimpin bangsa diharapkan memiliki imajinasi tinggi, daya kombinasi, dan inovasi untuk mencapai terobosan baru guna meningkatkan pendapatan negara maupun dalam menghadapi kompetisi antarnegara. Kedelapan, dinamis. Presiden harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinan agar sesuai dengan tuntutan situasi serta memiliki adaptasi tinggi.

Kesembilan, memiliki keluasan hubungan sosial. Keluasan hubungan sosial ini termasuk sikap-sikap hubungan kemanusiaan, berpartisipasi aktif, membangun solidaritas bangsa yang majemuk, dan didukung dengan kemampuan berbicara serta menilai. Presiden SBY melakukan kunjungan kenegaraan perdananya ke Ekuador (22-24 Juni 2012) dan bersepakat dengan Presiden Correa mewujudkan hubungan yang aktif dan dinamis di tingkat bilateral maupun multilateral, kerjasama ini juga memanfaatkan letak geografis Indonesia sebagai jembatan politik dan ekonomi untuk negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Australia, yang menjadi poin penting dalam menjalin hubungan internasional. Pertemuan-pertemuan dengan negara lain juga perlu digalakkan sebagai upaya meningkatkan hubungan pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup baik antar masyarakat maupun negara.

Kesepuluh, mampu menggalang potensi. Otoritas dari seorang presiden harus mampu  mengintegrasikan dan mensinergikan seluruh potensi bangsa, cepat menunjukkan penghargaan kepada masyarakat yang berprestasi tinggi, dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Kesebelas, tajam firasatnya. Presiden harus pula memiliki kapasitas untuk mengetahui situasi yang dihadapi secara tepat, mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tegas, serta adil pertimbangannya. Keduabelas, berani. Keberanian seorang pemimpin saat ini sangat dibutuhkan baik untuk mengambil keputusan, risiko, maupun dalam bertanggung jawab. Munir Said Thalib, sosok penting di Indonesia yang memiliki keberanian dalam menangani berbagai kasus HAM. Ia berperan dalam berbagai kasus salah satunya sebagai Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984 (sejak 1998), perjuangan yang patut diteladani para pemimpin.

Kriteria-kriteria untuk calon pemimpin bangsa tersebut diharapkan dapat membentuk pribadi seorang Presiden Indonesia masa depan idaman rakyatnya, namun semua itu tidak mampu berjalan baik jika seleksi didominasi partai melalui konstitusi dan semakin dipersempit oleh UU Pilpres. Sehingga diperlukan perubahan di dalam partai dan penataan sistem politik agar tokoh-tokoh baru yang memiliki potensi dapat tampil di panggung pemerintahan.





Referensi:
www.atikan-jurnal.com
www.kemlu.go.id
www.bps.go.id

0 komentar:

Posting Komentar